Jumat, 05 Juni 2009

Hidup untuk Kepentingan Tuhan..

Saudaraku sekalian yang kekasih,

Percaya kepada Tuhan Yesus bukan berarti kita dapat menggunakan Tuhan untuk kepentingan kita, melainkan kita hidup untuk kepentingan-Nya. Inilah konsekuensi kita menerima Yesus sebagai Tuhan. “Tuhan” itu artinya “Majikan”, “Bos”, yang dalam bahasa Yunani adalah "Kürios". Kalau kita memanggil Yesus sebagai Tuhan, berarti hidup kita disita untuk mengabdi
kepada-Nya. Inilah yang membedakan kita—umat pilihan Tuhan ini—dengan berbagai keyakinan dan banyak kepercayaan di dunia ini.

Jika mereka berurusan dengan ilah, dewa, pohon keramat, batu keramat, judulnya jelas: yaitu supaya mereka memperoleh keuntungan dan dapat memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang dianggap melampaui kekuatan mereka sendiri; kekuatan kuasa-kuasa yang melampaui kekuatan manusia, yang diharapkan dapat menopang kehidupan manusia, yang dapat membantu kehidupan manusia.

Tetapi beda, jika kita berurusan atau berperkara dengan Tuhan, kita bertemu dengan Sang
Pencipta kita. Percaya kepada Tuhan Yesus bukan berarti dapat menggunakan Tuhan untuk
kepentingan kita, tetapi hidup untuk kepentingan-Nya. Ini konsekuensi menerima Yesus
sebagai Tuhan atau sebagai Kürios kita, Saudaraku. Di sini asas manfaat digantikan dengan
asas devosi.

Nah, saya mengerti kalau ada orang Kristen yang baru—baru menjadi Kristen, maksud
saya—berurusan dengan Tuhan karena mau menggunakan atau memanfaatkan Tuhan. Ya,
kita memahami, karena pola agama kafir atau agama lama yang dimilikinya masih melekat di
dalam dirinya, Saudaraku. Begitulah alam pikiran agama-agama di luar lekristenan,
maksudnya keyakinan-keyakinan di luar Kekristenan pada umumnya; barangkali tidak semua.
Jadi ketika mereka menjadi Kristen didorong oleh motif tersebut, yaitu mau memanfaatkan
Tuhan, ya kita harus mengerti; kita harus memahami; kita harus lapang menyambut mereka.

Sebagai pelayan jemaat saya sudah sering bertemu dengan orang-orang seperti ini , yang
sedikit-sedikit
“Pak, doakan ya Pak, supaya saya dapat jodoh;
doakan ya Pak, supaya saya dapat pekerjaan;
Pak, doakan ya Pak, supaya rezeki saya lancar;
Pak, doakan ya Pak, supaya saya naik pangkat;
Pak, doakan ya Pak, supaya gaji saya naik;
Pak, doakan ya Pak, supaya saya sehat-sehat.”
Padahal semuanya itu dapat ditanggulangi sendiri dengan sikap bertanggung jawab.
Tuhan pasti memberkati, meridoi kalau jalan kita benar.

Nah Saudaraku, inilah yang terjadi, Saudaraku sekalian. Apa yang selama ini diajarkan sebagian gereja, salah; jemaat yang sudah puluhan tahun menjadi Kristen diajar untuk dapat memanfaatkan Tuhan, atau menggunakan Tuhan untuk kepentingan mereka. Karena itu dianggap halal, dianggap sah, lalu ramai-ramai mereka datang ke gereja, menyanyi dan menyembah Tuhan. Judulnya adalah: Bagaimana Tuhan bermanfaat untuk mereka, yaitu memuaskan keinginan-keinginan mereka, dan memenuhi apa yang mereka anggap sebagai kebutuhan.

Saya tidak katakan bahwa Tuhan tidak bermanfaat. Tuhan pasti bermanfaat! Dia segalanya
dalam hidup ini. Tetapi jangan menggunakan asas manfaat untuk berurusan dengan Tuhan.
Sudah saatnya gereja mengajar jemaat untuk sungguh-sungguh memiliki satu hati mengasihi
Tuhan. Jika berurusan dengan Tuhan, sungguh-sungguh memberi diri untuk melihat apa yang
menyukakan hati-Nya.

Saya mengerti, Saudaraku, kalau anak-anak kita masih kecil, ya, berurusan dengan orang tua
itu hanya karena mau mendapatkan sesuatu dari orang tua. Minta ini, minta itu; menuntut
orang tua ini, menuntut orang tua itu. Seolah-olah orang tua itu jadi ATM-nya: main pencet saja, lalu semua yang diingini si anak dituruti.

Tetapi kalau anak sudah dewasa, dan anak ini benar- benar bertumbuh dewasa, coba berurusan dengan orang tua. Si anak sudah punya istri, sudah punya anak-anak; lalu seminggu sekali datang ke orang tua, atau seminggu dua kali, atau orang tua disuruh tinggal di rumah si anak. Coba, apa asas yang digunakan, asas yang melandasi hubungan itu? Si anak berusaha memenuhi kebutuhan orang tua; si anak berusaha mengerti apa yang menyenangkan orang tua; si anak tidak lagi menuntut apa-apa dari orang tua; sebaliknya si anak berusaha mengerti apa yang dibutuhkan orang tua dan berusaha menyenangkannya. Bagi si anak, memenuhi kebutuhan orang tua itu bukan kewajiban, tetapi kesenangan, kesukaan. Bagaimana membuat orang tua itu happy bukan kewajiban lagi, melainkan menjadi kesenangan. Kecuali anak yang tidak tahu diri, ya, Saudara, yah, dengan terpaksa memenuhi kebutuhan orang tua; dengan terpaksa memelihara orang tua; dengan terpaksa menyenangkan orang tua. Ya, sebagai anak, senangkan saja mama-papa; mau bagaimana? Sebagai anak nanti dianggap durhaka, tidak tahu diri, tidak tahu balas budi, jadi kualat. Nah sikap begini bodoh. Anak yang begini bodoh. Anak yang baik dan bijaksana adalah yang menyukakan hati orang tua, menyenangkan orang tua, memenuhi kebutuhan orang tua bukan sebagai kewajiban, tetapi kebutuhan.

Demikian pula kalau kita menjadi orang Kristen yang bertumbuh dewasa yang benar.
Untuk orang Kristen yang dewasa yang benar, bertumbuh dengan benar, maka berurusan
dengan Tuhan atau berperkara dengan Tuhan adalah usaha untuk menemukan apa yang bisa
menyenangkan Tuhan. Kalau boleh mengambil bagian dalam pekerjaan-Nya, tidak lagi
menuntut, “Tuhan berkati aku, berkati usahaku.” Dia yakin usahanya akan diberkati kalau dia
kerja keras; dia yakin bisnisnya akan diberkati kalau dia bertanggung jawab atas bisnis yang
diembannya itu. Bagi dia, menyenangkan Tuhan itu bukan kewajiban tapi kebutuhan. Menaati
Firman Tuhan bukan kewajiban atau hukum yang menekan, tetapi kesukaan, kesenangan,
sehingga bisa berkata, “Kesukaanku ya Tuhan, menyukakan hati-Mu; kesenanganku, ya
Tuhan, menyenangkan Engkau.”

Nah, orang Kristen yang dewasa seperti ini mengerti bahwa percaya kepada Tuhan bukan
berarti dapat menggunakan Tuhan untuk kepentingannya, tetapi hidup untuk kepentingan
Tuhan, dan menerima Injil dengan segala konsekuensinya. Nah, di sinilah Injil baru benar-
benar menjadi Kabar Baik bagi dia; baik menurut Tuhan; baik untuk Tuhan. Dan kalau kita
memberikan yang terbaik bagi Tuhan, maka itu berarti kebaikan untuk kita. Injil berarti Kabar
Baik: baik untuk Tuhan; Kabar Baik menurut Tuhan. Kalau kita belajar mengerti kehendak
Tuhan dan melakukannya dengan rela—tadi saya katakan sebagai kesenangan; bukan
sebagai suatu kewajiban, tetapi kebutuhan—maka kita bisa menjadi sahabat Tuhan. Sahabat
Tuhan. Kita menjadi anggota keluarga Tuhan, yang menjadi sepenanggungan dengan Tuhan.
Kita bisa menjadi orang-orang percaya yang sepikiran dengan Tuhan, seperasaan dengan
Tuhan, sepihak dengan Tuhan, sepembelaan dengan Tuhan.

Betapa bahagianya kalau kita mencapai tingkat kekristenan seperti ini. Dan ini baru dapat
disebut sukses kehidupan. Sukses kehidupan kalau seseorang bisa menjadi sekutu Tuhan;
dan kalau kita menjadi sekutu Tuhan, berarti kita memiliki Tuhan; dan kalau kita memiliki
Tuhan, kita memiliki segalanya. Inilah Kabar Baik itu. Kalau Saudara menerima Kabar Baik ini,
Saudara diberkati.

Tuhan memberkati. Solagracia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar